Sejarah Pembuatan Quran Pusaka Republik Indonesia
Dalam buku berjudul Risalah Bangsal Penglaksanaan Quran Pusaka Republik Indonesia tahun 1952, H Aboebakar menulis sejarah Quran Pusaka. Muncul cita-cita membuat Quran Pusaka pada masa revolusi di Yogyakarta. Pada saat yang sama Belanda sedang menjalankan propaganda di daerah-daerah yang diduduki mereka.
Melalui propaganda tersebut, Belanda hendak menarik hati umat Islam. Seakan-akan Belanda betul-betul hendak membantu dan memajukan agama Islam dengan kebudayaannya. Cukup banyak masyarakat pribumi yang tertarik dengan tawaran Belanda.
Pada saat itu, berdasarkan penuturan Aboebakar, kedudukan Republik Indonesia sangat genting karena dikepung Belanda. Belanda menyebarkan berita kepada masyarakat Muslim bahwa Republik Indonesia tidak memiliki niat untuk membangun dan memajukan Islam.
Dalam kondisi tersebut, niat membuat Quran Pusaka dibicarakan Aboebakar dengan ahli kesenian Islam, yakni KH Siradj Dahlan, putra almarhum KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah.
Kemudian niat tersebut dibicarakan KH Siradj kepada Hasan Din yang menjadi mertua Presiden Soekarno (Bung Karno). Selanjutnya Hasan Din menyampaikan perihal niat membuat Quran Pusaka kepada Bung Karno.
Baca juga: Menelusuri Jejak Pelaut Muslim dan Keramik China di Situs Bongal
Selain Aboebakar, KH Siradj Dahlan dan Hasan Din, tidak ada yang menaruh perhatian terhadap cita-cita membuat Quran Pusaka. Banyak yang menentang cita-cita tersebut dengan berdalih lebih besar faedahnya jika uang untuk membuat Quran Pusaka dibelikan Alquran untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat Muslim.
Dalam tulisannya, Aboebakar menceritakan, untuk menggapai cita-cita membuat Quran Pusaka. Dia mendekati keluarga Haji Balai di Langenastran, Yogyakarta. Kemudian bersama Gaffar Ismail mendirikan Panti Pengetahuan Alquran. Pendirian panti tersebut bertujuan memberikan bermacam-macam pengetahuan tentang kitab Alquran kepada masyarakat Muslim.
Di panti tersebut ada pelajaran menulis khat Arab yang indah, ilmu membaca Alquran, ilmu tarikh Alquran, ilmu terjemah, ilmu tafsir Alquran dan lain sebagainya. Berangkat dari Panti Pengetahuan Alquran, dilakukan upaya meyakinkan kaum intelek yang berharta untuk membantu mewujudkan cita-cita membuat Quran Pusaka.
"Kemajuan umat kita rupanya baru sampai beberapa hal yang mengenai ibadah dalam Islam, dan belum sampai kepada tingkat memikirkan pembangunan kebudayaan dan kesenian Islam," tulis Aboebakar dalam catatannya berjudul Sejarah Quran Pusaka Republik Indonesia dalam buku Risalah Bangsal Penglaksanaan Quran Pusaka Republik Indonesia.
Baca juga: Jejak Bangsawan Muslim di Era Kerajaan Majapahit
Pada upaya tersebut, cita-cita membuat Quran Pusaka gagal. Kemudian Gaffar Ismail menyarankan Aboebakar untuk menemui H Sjamsir Sutan Rajo di Solo. Gaffar Ismail menilai H Sjamsir menaruh perhatian terhadap kesenian Islam. H Sjamsir menyambut baik cita-cita tersebut. Akhirnya H Sjamsir bersedia membantu membuat Quran Pusaka mulai dari menyediakan rumah tempat menulis mushaf dan membiayai segala kebutuhan sebesar satu juta Rupiah.
Tapi H Sjamsir meminta pengerjaan Quran Pusaka dirahasiahkan. Namun, saat menyampaikan rencana pelaksanaan pembuatan mushaf pusaka kepada KH Masjkur sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, rencana tersebut bocor kepada beberapa wartawan Islam. Kemudian wartawan menyiarkan informasi tersebut secara luas.
Berita tersebut memang ada baiknya untuk daerah-daerah yang diduduki Belanda, namun tanggungjawab pengerjaan Quran Pusaka menjadi semakin besar. Ditambah nama Bung Karno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta (Bung Hatta) terbawa-bawa dalam proyek pembuatan Quran Pusaka.
Baca juga: Quran Pusaka Hadiah Perjuangan Muslim Mempertahankan Kemerdekaan