Quran Pusaka Hadiah Perjuangan Muslim Mempertahankan Kemerdekaan
Cita-cita membuat Quran Pusaka muncul saat Republik Indonesia dalam keadaan genting. Kalau Republik Indonesia menang dalam perjuangannya melawan penjajah. Maka Quran Pusaka menjadi syiar dan penghargaan untuk kaum Muslimin yang telah menyumbangkan tenaganya untuk berjuang.
Baca juga: Artefak Dari Dunia Islam Banyak Ditemukan di Situs Bongal
Apabila perjuangan menemui kekalahan, maka mushaf Quran Pusaka menjadi saksi bahwa umat Islam telah liila kalimatillah (menegakkan kalimat Allah) dan mengangkat senjata untuk mempertahankan diri dari kezaliman penjajah.
Perjuangan membuat Quran Pusaka tidak mudah, apalagi dalam kondisi Republik Indonesia yang baru lahir dan sedang menghadapi agresi militer Belanda I.
Setelah melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya Quran Pusaka dapat ditulis oleh Profesor H. Salim Fachri yang menjadi guru besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta pada waktu itu. Mushaf pusaka tersebut mulai ditulis pada 24 Juli 1948 atau 17 Ramadhan 1367 Hijriyah selesai pada 15 Maret 1950.
Peneliti dari Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Balitbang-Diklat Kementerian Agama (Kemenag), Ali Akbar saat diwawancarai Republika pada Januari 2019 mengatakan, Quran Pusaka sekarang tersimpan di Bayt Alquran dan Museum Istiqlal (BQMI). Mushaf pusaka merupakan hibah dari Istana Negara pada tahun 1997 saat pembukaan BQMI.
Ia menerangkan, Mushaf pusaka tersebut ditulis tangan oleh Profesor Salim. Hasil tulisan tangannya sangat rapi seperti hasil cetakan.
"Profesor Salim memang dikenal sebagai kaligrafer terkenal pada waktu itu, mungkin kaligrafer paling baik pada masanya," kata Ali saat ditemui Republika di BQMI.
Ia menjelaskan, penulisan Quran Pusaka di bawah kurasi khattat Indonesia kenamaan saat itu yakni KH Abdurrazaq Muhili. Quran Pusaka berukuran 100 x 75 centimeter dengan bidang teks 80 x 50 centimeter. Ditulis di atas kertas karton dengan khat Naskhi.
Quran Pusaka berjenis Quran Sudut, artinya setiap halaman berakhir dengan ayat penuh, tidak bersambung ke halaman berikutnya. Mushaf pusaka itu terdiri dari tiga jilid, masing-masing jilid 10 juz dengan sampul dari papan kayu.
Baca juga: Kemelut Perebutan Kota Pelabuhan di Masa Kesultanan Aceh
Menurut Ali, mushaf pusaka tersebut memiliki nilai historis yang kuat karena ditulis tidak lama setelah kemerdekaan Indonesia.
"Quran Pusaka semacam hadiah dari umat Islam untuk kemerdekaan Indonesia, hadiah tersebut sangat istimewa karena berbentuk Alquran," ujarnya.