Mewaspadai Bahaya Produksi Katun terhadap Ketersediaan Air di Bumi

Lingkungan  
Serat kapas atau katun merupakan salah satu bahan pakaian yang banyak digunakan di dunia. Bahan ini ternyata berdampak buruk untuk lingkungan. (Republika)
Serat kapas atau katun merupakan salah satu bahan pakaian yang banyak digunakan di dunia. Bahan ini ternyata berdampak buruk untuk lingkungan. (Republika)

Pakaian memang sangat bermanfaat untuk kebutuhan tubuh manusia. Namun pada pembuatannya, pakaian ternyata memiliki dampak kurang baik untuk lingkungan.

LPDP Water Profesionals, Ahmad Rif'an Khoirul Lisan mengatakan, terdapat kaitan sangat signifikan antara produksi kain dan kebutuhan air. Untuk memproduksi satu kaos nyatanya membutuhkan ribuan liter air. Rif'an membandingkan satu galon air yang biasa dibeli masyarakat biasanya berisi 19 liter.

Sementara itu, untuk memproduksi satu kaos dibutuhkan 2.700 liter air. "Kira-kira berapa galon yang dibutuhkan kalau satu galon isinya 19 liter? Ini paling tidak dibutuhkan sekitar 100 galon bahkan lebih untuk memproduksi satu pakaian," kata Rif'an dalam kegiatan diskusi yang diselenggarakan komunitas Cerdas Berpakaian secara daring.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Berdasarkan situasi tersebut, maka bisa dibandingkan dengan kondisi ketersediaan air di Afrika bahkan Jakarta. Ada sejumlah warga yang harus membeli air dengan menggunakan jerigen. Mereka perlu mengeluarkan biaya cukup tinggi sehingga cenderung memberatkan untuk warga yang ekonominya menengah ke bawah.

Bahan katun untuk pembuatan pakaian

Dari sejumlah jenis material teksil yang tersedia, katun atau kapas termasuk paling dikenal di dunia. Bahan ini ternyata mendominasi pasar tekstil dunia dengan nilai 378,6 miliar dollar AS pada 2019. Hal ini dapat terjadi lantaran katun memiliki sifat baik seperti tingkat penyerapan tinggi, lebih kuat, nyaman sebagainya.

Menurut Rif'an, hampir setengah tekstil di dunia dibuat dari bahan katun. Produksi katun juga telah memberikan pendapatan untuk 250 juta orang di dunia. "Ini besar jumlahnya dan produksi katun telah memberikan pekerjaan hampir tujuh persen dari keseluruhan tenaga kerja di negara berkembang," ucapnya.

Selain hal tersebut, tekstil yang terbuat dari katun ternyata memiliki dampak buruk untuk lingkungan. Pasalnya, produksi katun di seluruh dunia tidak sesuai dengan kaidah sehingga tak ramah lingkungan. Dengan kata lain, berpotensi mengancam kelangsungan hidup manusia di masa depan.

Jenis-jenis bahan untuk membuat pakaian. Sebagian besar terutama bahan katun memiliki dampak negatif untuk lingkungan termasuk masalah ketersediaan air. (Republika)
Jenis-jenis bahan untuk membuat pakaian. Sebagian besar terutama bahan katun memiliki dampak negatif untuk lingkungan termasuk masalah ketersediaan air. (Republika)

Kapas atau katun mempunyai karakter sebagai tanaman yang membutuhkan banyak cahaya matahari atau beriklim panas. Tanaman ini tidak boleh tumbuh di tanah yang terlalu basah meskipun pada dasarnya sangat membutuhkan asupan airnya banyak. "Jadi kalau ada hujan, kualitas katun turun. Dibutuhkan lahan kering dan konsumsi air lumayan banyak untuk tanaman katun (kapas)," katanya.

Menurut Rif'an, tempat produksi bahan mentah katun berada di wilayah lintang tengah utara atau selatan. Beberapa daerah yang dimaksud, yakni India dan Cina. Ada beberapa wilayah di dua negara tersebut memiliki cuaca yang panas dan kering tapi cadangan airnya sedikit.

Untuk bisa menghasilkan satu kilogram (kg) katun, setidaknya dibutuhkan 10 ribu liter air. Total tersebut belum termasuk untuk memproduksi satu pakaian semisal kaos atau celana. Setidaknya dibutuhkan 80 ribu liter untuk memproduksi satu celana termasuk transportasi.

Rif'an mencontohkan India dalam memproduksi satu kg katun rata-rata membutuhkan air sebesar 22.500 liter (virtual water). Kemudian pada 2013, India pernah melakukan ekspor katun secara besar-besaran. Jumlahnya sekitar 7,5 bal (satu bal setara dengan 217,72 kilogram).

Langkah tersebut berarti India juga telah mengekspor 38 miliar meter kubik virtual water ke luar negeri. Jumlah ini setara menyuplai 100 liter air untuk 85 persen warga di negara tersebut dalam setahun. Kondisi ini menjadi ironi tersendiri mengingat saat itu juga telah terjadi kekurangan air.

"Bayangkan seberapa banyak air yang telah digunakan, padahal tahun itu juga terjadi kekurangan air. Sebanyak 100 juta orang di India kekurangan air bersih, air yang layak untuk konsumsi," ungkapnya.

Ada banyak persoalan yang timbul dari produksi pakaian berbahan katun. Pertama, keperluan tanaman kapas untuk menyerap air yang begitu besar bisa mengancam kebutuhan masyarakat terhadap sumber kehidupan tersebut. Tidak hanya itu, produksi tekstil juga bisa menimbulkan pencemaran air di sungai seperti yang terjadi di Sungai Gangga, India dan Pekalongan.

Untuk bisa menyelesaikan masalah tersebut, maka diperlukan langkah-langkah solutif. Hal yang pasti perusahaan didorong untuk bisa mengetahui informasi dampak tekstil terutama pakaian berbahan katun. Mereka diharapkan bisa menggunakan bahan yang ramah lingkungan.

Di samping itu, generasi muda juga perlu menyadari informasi penting ini. Mereka setidaknya diharapkan bisa mengurangi pembelian pakaian di kehidupan sehari-hari. Kemudian untuk pemerintah diminta membuat aturan yang mendukung keberadaan air di lingkungan.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image