Hikmah

Filosofi Semar dan Kisah Umar bin Khattab

Semar adalah salah satu tokoh dalam dunia pewayangan yang konon diciptakan oleh salah seorang wali. Baik di pagelaran wayang golek maupun wayang kulit, Semar digambarkan sebagai sosok manusia yang sudah mencapai puncak pemahaman ilmu dan agama.

Pecinta seni budaya wayang golek percaya wujud Semar dan geraknya memiliki makna filosofis yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual. Setiap bagian pada wujud Semar memiliki makna filosofis yang bisa digali sampai dalam.

Salah satu contoh langkah atau gerak Semar dalam pagelaran wayang golek. Setiap tiga langkah sekali, Semar melihat ke kanan, ke kiri, dan ke belakang. Gerak langkah Semar ini mengandung makna filosofis kemanusiaan dan spiritual yang sangat tinggi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Makna tiga langkah Semar secara spiritual adalah gambaran niat, ucapan dan perbuatan. Melihat ke kanan, ke kiri dan ke belakang mengandung arti apakah dengan niat, ucapan dan perbuatan kita ini ada orang lain di sekitar kita yang terluka. Jika ada yang terluka oleh ucapan atau perbuatan kita, maka melihat lagi ke belakang mengandung makna instrospeksi diri, dan meminta maaf kepada orang lain yang kita rugikan atau lukai.

Makna tiga langkah Semar secara kemanusiaan yaitu, sebagai manusia harus peka rasa kemanusiaannya kepada sesama manusia, peka rasa kepada alam sekitar, dan peka rasa kepada Allah dan sifat-sifat-Nya. Dalam hal ini juga mengandung makna peka kepada orang-orang di sekitar kita, tetangga kita, dan orang-orang terdekat kita.

Baca juga:

Mengkaji Makna Spiritual Pada Tokoh Semar Dalam Wayang

Semar melihat ke kanan, ke kiri dan ke belakang setiap tiga langkah. Maknanya kita harus memeriksa apakah orang-orang di sekitar kita ada yang belum makan, apakah di sekitar kita ada orang-orang yang sedang kesulitan atau tertimpa musibah sehingga membutuhkan pertolongan.

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahuinya." (HR At-Thabrani).

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya." (HR Bukhari).

Kisah Umar bin Khattab

Kisah Umar bin Khattab sangat terkenal di kalangan Muslim ketika Umar menjadi pemimpin umat Islam, dia berkeliling kota di malam hari untuk memastikan orang-orang tidur nyenyak dan tidak ada yang kelaparan.

Namun, ada seorang ibu dan anaknya yang sedang kelaparan. Si ibu memasak batu di dalam panci agar anaknya berhenti menangis karena lapar. Si ibu berharap anaknya akan kelelahan menunggu masakannya matang lalu tertidur.

Umar bin Khattab menjumpai si ibu ini saat sedang belusukan. Umar bin Khattab bertanya, mengapa anak si ibu tersebut menangis. Si ibu menjawab karena kelaparan.

Baca juga:

Rumah Peninggalan Nenek Moyang Berteknologi Anti Gempa

Umar bin Khattab tertegun diam mendapat jawaban dari si ibu dan anaknya yang sedang kelaparan. Mungkin Umar bin Khattab langsung merasa bersalah, karena baginya pemimpin rakyat seharusnya melayani dan memastikan rakyatnya aman dan sejahtera. Tapi malah masih ada rakyatnya yang kelaparan karena tidak ada sesuatu yang bisa dimakan.

Kurang lebih, si ibu ini mengatakan bahwa Umar bin Khattab sebagai Khalifah (pemimpin) tidak memperhatikan keadaan rakyatnya di bawah. Si ibu ini menganggap sang pemimpin tidak mau mengerti tentang kebutuhan rakyatnya. Padahal yang sedang diajak bicara oleh si ibu ini adalah Umar bin Khattab sendiri.

Umar bin Khattab langsung meneteskan air mata karena rasa bersalahnya sebagai seorang pemimpin. Umar bin Khattab takut dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT karena telah menelantarkan rakyatnya.

Umar bin Khattab langsung pergi ke Baitul Mal dan mengambil sekarung gandum. Memanggulnya sendiri, dan memberikan gandum tersebut kepada si ibu dan anak yang sedang kelaparan itu. Bahkan Umar bin Khattab sendiri yang memasak gandum itu untuk si ibu dan anak yang kelaparan.

Umar bin Khattab juga meminta si ibu dan anak itu menemui Khalifah keesokan harinya. Padahal Khalifah adalah Umar bin Khattab itu sendiri.

Tentu banyak yang tahu tentang kisah Umar bin Khattab ini sehingga tidak perlu diceritakan secara detail.

Benang merahnya, akhlak dan sikap Umar bin Khattab kemudian digambarkan dalam gerak langkah Semar, yang setiap tiga langkah sekali melihat ke kanan, ke kiri dan ke belakang.

Dalam dunia seni, terlebih kesenian tersebut diciptakan oleh orang yang memiliki ilmu agama yang mumpuni, Insya Allah mengandung hikmah yang nampak maupun tersembunyi.

Sebagaimana diketahui, wayang dulunya adalah media dakwah yang digunakan wali di Pulau Jawa atau tokoh agama untuk mengenalkan agama Islam. Melalui pagelaran wayang, sang dalang memberi tahu akhlak yang baik dan buruk agar penonton bisa membedakan mana yang baik (hak) dan mana yang buruk (batil).

Ilustrasi gambar masyarakat di Jazirah Arab di zaman para Sahabat Nabi Muhammad SAW. Sumber: Republika. 
Ilustrasi gambar masyarakat di Jazirah Arab di zaman para Sahabat Nabi Muhammad SAW. Sumber: Republika.
Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

0