Hikmah

Kisah Cinta Syaikh Sanan Kepada Wanita Nasrani di Yunani (Bagian 1)

Gambar Ilustrasi 
Gambar Ilustrasi

Seorang penyair sufi Fariduddin Attar dalam karyanya berjudul Mantiqu’t-Thair atau Musyawarah Burung menuliskan kisah perjalanan Syaikh Sanan, orang suci di zamannya. Syaikh Sanan telah menyempurnakan dirinya hingga ke tingkat yang tinggi. Lima puluh tahun lamanya ia tinggal dalam pengasingan diri bersama 400 muridnya yang melatih diri siang dan malam.

Syaikh Sanan banyak ilmunya dan dianugerahi petunjuk lahir dan batin. Sebagian besar hidupnya telah dilewatkannya dalam ibadah-ibadah haji ke Makkah. Sholat dan puasanya tiada terhitung lagi dan ia tidak meninggalkan sedikit pun amalan-amalan Ahlus Sunnah.

Syaikh Sanan dapat melakukan keajaiban-keajaiban, dan nafasnya menyembuhkan mereka yang sakit dan menderita. Demikian dikutip dari buku Mantiqu’t-Thair atau Musyawarah Burung karya Fariduddin Attar yang diterjemahkan Hartojo Andangdjaja dan Yus Rusamsi A Wakidjan dari buku berbahasa Inggris yang ditulis CS Nott berjudul The Conference of the Birds, diterbitkan Dunia Pustaka Jaya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Suatu malam, Syaikh Sanan bermimpi pergi dari Makkah ke Yunani dan di sana menyembah patung. Kemudian dia terjaga dicekam sedih dari mimpi yang menekan itu, ia pun berkata pada murid-muridnya, “Aku harus segera berangkat ke Yunani hendak melihat apakah aku dapat menemukan arti impian ini.”

Bersama 400 muridnya, Syaikh Sanan meninggalkan Makkah dan pada waktunya sampailah ia ke Yunani. Mereka pun berjalan dari ujung ke ujung negeri itu, dan suatu hari kebetulan tiba di tempat di mana terlihat seorang dara yakni wanita perawan nan masih muda sedang duduk di langkan.

Dara tersebut orang Nasrani, dan wajahnya menunjukkan bahwa ia memiliki pembawaan suka merenungkan masalah-masalah mengenai Tuhan. Keindahannya bagai matahari dalam seri kegemilangannya, dan keagungannya bagai nama-nama rasi bintang.

Karena cemburu akan seri cahaya si dara, bintang pagi pun lama melena di atas rumahnya. Siapa terjerat hatinya di rambut gadis itu akan mengenakan tali pinggang orang Nasrani, dan yang nafsunya hinggap pada manikam mirah bibirnya akan merasa kebingungan.

Pagi tampak lebih hitam warnanya karena rambut hitam gadis itu, dan negeri Yunani tampak berkerut karena keindahan tahi lalatnya.

Kedua matanya umpan bagi para pencinta, dan kedua alisnya yang melengkung merupakan dua bilah sabit di atas bulan kembar. Bila tenaga membuat biji matanya bersinar, seratus hati pun menjadi mangsanya.

Wajahnya berbinar bagai nyala api yang hidup, dan manikam mirah bibirnya yang basah dapat membuat semesta dunia dahaga. Bulu-bulu matanya yang lunglai adalah seratus pisau belati, dan mulutnya begitu mungil sehingga kata-kata saja pun tak dapat lalu.

Pinggangnya, lampai bagai sehelai rambut, terhimpit sepanjang lingkar zunnarnya (ikat pinggang yang dipakai orang Nasrani atau Yahudi) dan lekuk perak dagunya begitu menghidupkan bagai khotbah-khotbah Isa.

Bila ia mengangkat sesudut cadarnya, hati Syaikh Sanan itu pun berkobar, dan seutas rambut saja mengikat pinggangnya bagai seratus zunnar.

Syaikh Sanan tidak dapat mengalihkan matanya dari gadis Nasrani itu, dan sedemikian besar cintanya hingga maksudnya terluncur dari tangannya.

Kekufuran dari rambut si gadis menghamburkan diri pada keimanan Syaikh Sanan.

Syaikh Sanan berseru, "O betapa hebat cinta yang kurasakan terhadapnya ini. Bila agama membebaskan kita, alangkah beruntungnya hati.”

Ketika pengikut-pengikut Syaikh Sanan mengerti apa yang telah terjadi dan mengetahui keadaannya, mereka pusing memikirkannya. Sebagian mulai menyadarkannya, tetapi Syaikh Sanan tak mau mendengarkan.

Syaikh Sanan hanya berdiri saja siang dan malam, matanya tertuju ke langkan dan mulutnya ternganga. Bintang-bintang yang bersinar bagai lampu-lampu meminjam panas dari orang suci yang terbakar hatinya.

Cinta Syaikh Sanan tumbuh membesar hingga ia lupa diri, “Oh Rabb, dalam hidup hamba ini, hamba telah berpuasa dan menderita, tetapi belum pernah hamba menderita seperti ini, hamba dalam azab. Malam sepanjang dan sehitam rambutnya. Di manakah lampu surga? Adakah keluhan-keluhan hamba telah memadamkannya ataukah lampu itu menyembunyikan diri lantaran cemburu? Di manakah nasib baik hamba? Mengapakah ia tak menolong hamba mendapatkan cinta gadis itu? Dimanakah akal budi hamba agar hamba dapat mempergunakan pengetahuan hamba? Di manakah tangan hamba untuk menyucikan kepala hamba? Di manakah kaki hamba untuk berjalan mendapatkan kekasih hamba, dan mata hamba untuk melihat wajahnya? Di manakah kekasih hamba yang akan memberikan hatinya pada hamba? Apakah artinya cinta ini, duka ini, kepedihan ini?”

Sahabat-sahabat Syaikh Sanan datang lagi padanya. Seorang berkata, “Sadarlah tuan dan enyahkan godaan ini. Berpeganglah pada diri tuan sendiri dan lakukan sesuci yang ditetapkan.”

Syaikh Sanan menjawab, “Tidakkah kalian tahu bahwa malam ini aku telah melakukan seratus kali sesuci, dan dengan darah hatiku?”

Sahabat-sahabatnya yang lain berkata kepada Syaikh Sanan, “Di manakah untaian tasbih tuan? Bagaimana dapat tuan berdoa tanpa itu?”

Syaikh Sanan menjawab, “Telah kucampakkan untaian tasbihku agar aku dapat mengenakan zunnar orang Nasrani.”

Sahabatnya yang lain lagi berkata, "Oh syaikh yang suci, bila tuan berdosa lekaslah bertaubat.”

Syaikh Sanan menjawab lagi, “Aku bertaubat kini karena telah mengikuti hukum yang benar, dan aku hanya ingin meninggalkan hal yang bukan-bukan itu.”

Seorang lagi berkata, “Tinggalkan tempat ini dan pergilah menyembah Tuhan.”

Jawab Syaikh Sanan, “Kalau saja patung pujaanku di sini, akan laiaklah bagiku untuk bersujud di hadapannya.”

Seorang yang lain berkata, “Kalau demikian, tuan tidak pula berusaha untuk bertobat! Apakah Tuan bukan lagi pengikut Islam?”

Syaikh Sanan menjawab, “Tidak ada orang yang bertobat lebih dari aku, merasa menyesal bahwa selama ini aku tak pernah bercinta.”

Seorang yang lain lagi berkata, “Neraka menunggu tuan jika tuan terus juga di jalan ini, jagalah diri tuan, maka tuan pun akan terhindar daripadanya (neraka).”

Syaikh Sanan menjawab, “Jika ada neraka, maka itu hanyalah dari keluhan-keluhanku, yang akan mengisi tujuh neraka.”

Bersambung . . . . ke bagian 2

Baca Kisah Cinta Syaikh Sanan Kepada Wanita Nasrani di Yunani (Bagian 2)

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

0