Kisah Cinta Syaikh Sanan Kepada Wanita Nasrani di Yunani (Bagian 2)
Syaikh Sanan orang suci di zamannya, ia memiliki banyak ilmu dan dianugerahi petunjuk lahir dan batin. Sebagian besar hidupnya telah dihabiskan dalam ibadah-ibadah, syaikh tersebut dapat melakukan keajaiban-keajaiban.
Pada bagian kedua kisah ini, Syaikh Sanan yang kasmaran diminta meninggalkan Islam sebagai syarat untuk menikahi wanita pujaan hatinya.
Melanjutkan dari kisah sebelumnya, mengetahui bahwa kata-kata para pengikut Syaikh Sanan tidak membekas sedikit pun pada Syaikh Sanan meskipun mereka memohon padanya sepanjang malam, maka mereka pun pergi.
Sementara itu, pagi yang bagai orang Turki dengan pedang dan perisai emas memenggal kepala malam yang hitam sehingga dunia angan-angan pun mandi dengan terangnya matahari. Syaikh Sanan, sebagai barang permainan cintanya, berkeliaran bersama anjing-anjing, dan sebulan lamanya duduk di jalan itu dengan harapan akan melihat wajah sang gadis Nasrani itu. Debu ialah tempat tidurnya dan ambang pintu rumah gadis itu bantalnya.
Kemudian, mengetahui bahwa Syaikh Sanan putus asa dalam bercinta, gadis Nasrani yang jelita itu pun mengenakan cadarnya, lalu keluar dan berkata padanya, “Oh syaikh, bagaimana bisa seorang zuhud, begitu mabuk dengan anggur kemusyrikan, dan duduk di sebuah jalanan Nasrani dalam keadaan demikian? Bila kau memujaku seperti ini, kau akan jadi gila.”
Jawab Syaikh Sanan, “Ini karena kau telah mencuri hatiku. Kembalikan hatiku itu atau sambut cintaku. Jika kau menghendaki, akan aku korbankan hidupku untukmu, tetapi kau dapat memulihkannya kembali dengan sentuhan bibirmu. Karena kau, hatiku terbakar. Telah kutumpahkan air mata bagai hujan, dan mataku tak dapat melihat lagi. Di mana hatiku, di sana hanyalah darah. Andaikan aku dapat menjadi satu denganmu, hidupku akan pulih kembali. Kau matahari, aku bayang-bayangnya. Aku orang yang tiada berarti lagi, tetapi jika kau mau mengindahkan diriku, aku akan menguasai tujuh kubah dunia di bawah sayapku. Kumohon padamu, jangan tinggalkan aku.”
Gadis itu berkata, “Oh kau peliur tua! Tidakkah kau malu menggunakan kapur barus untuk kain kafanmu? Mestinya kau malu menyarankan hubungan mesra padaku dengan nafasmu yang dingin! Lebih baik kau bungkus dirimu dengan kain kafan ketimbang kau habiskan waktumu memikirkan aku. Kau tak mungkin menimbulkan cinta. Pergilah!”
Syaikh Sanan itu menjawab, “Katakan sesukamu, namun aku cinta padamu. Tak peduli apakah kita tua atau muda, cinta mempengaruhi segala hati.”
Gadis itu berkata, “Baiklah, kalau kau tak bisa ditolak, dengarkan aku. Kau harus meninggalkan Islam karena cinta yang tidak menyamakan dirinya dengan yang dicintainya hanyalah sekedar warna dan wangian.”
Syaikh Sanan menjawab, “Akan kulakukan apa yang kau inginkan. Akan kusanggupi segala yang kau perintahkan, kau dengan tubuhmu yang bagai perak, aku hambamu. Ikatkan seutas rambutmu yang ikal di leherku sebagai tanda pengabdianku.”
Sang dara mengatakan, "Jika kau seorang pengamal dari apa yang kau katakan, kau harus melakukan empat perkara ini."
Gadis yang mempesona itu melanjutkan, "Pertama bersujudlah di hadapan patung-patung itu. Kedua, bakarlah Alquran. Ketiga, minumlah anggur (yang memabukan, minuman keras atau miras). Keempat, tutuplah mata terhadap agamamu.”
Syaikh Sanan berkata, “Aku mau minum anggur demi kecantikanmu, tetapi ketiga perkara yang lain tidak dapat aku lakukan.”
Gadis itu menjawab, “Baiklah mari minum anggur bersamaku, kemudian kau pun akan segera mau menerima syarat-syarat yang lainnya.”
Dibawalah Syaikh Sanan ke kuil para sahir (ahli sihir) di mana ia melihat sebuah perjamuan yang sangat aneh. Mereka duduk pada suatu pesta di mana wanita penjamunya cantik-cantik.
Gadis itu mengunjukkan satu piala anggur kepada Syaikh Sanan, dan ketika syaikh itu menyambutnya dan memandang kedua manikam mirah bibir kekasihnya yang tersenyum, bagai dua tutup kotak perhiasan, api pun berkorbar dalam kalbunya dan aliran darah menderas ke matanya.
Syaikh Sanan berusaha mengingat kembali kitab-kitab suci tentang agama yang telah dibaca dan ditulisnya, dan Alquran yang begitu dikenalnya. Tetapi ketika anggur mengalir dari piala (gelas) ke dalam perutnya, ia pun lupa akan semua itu. Pengetahuan ruhaninya hilang lenyap. Ia pun kehilangan kemauannya yang bebas dan membiarkan hatinya terluncur lepas dari tangan.
Ketika Syaikh Sanan berusaha menyentuh leher si gadis, gadis itu pun berkata, “Kau hanya pura-pura mencintai. Kau tak mengerti rahasia cinta. Jika kau merasa yakin akan cintamu, kau akan dapat menemukan jalan ke ikal rambutku yang berlingkar-lingkar. Tenggelamkan dirimu dalam kekufuran lewat ikal rambutku yang kusut, selusuri ikal rambutku, dan tanganmu pun akan dapat menyentuh leherku. Tetapi jika kau tak mau mengikuti cara yang kutunjukkan itu, bangkitlah dan pergi, dan pakailah jubah serta tongkat orang fakir.”
Mendengar itu, Syaikh Sanan yang mabuk cinta itu merasa tidak berdaya, dan kini ia pun menyerah tanpa ribut-ribut lagi kepada nasibnya. Anggur (miras/ khamar) yang telah diminumnya membuat kepalanya jadi segoyah kompas. Anggurnya berusia tua dan cintanya berusia muda. Bagaimana Syaikh Sanan tak akan mabuk dan tenggelam dalam cinta?
“Oh Seri Cahaya Bulan, katakan padaku apa yang kau inginkan. Jika aku bukan penyembah patung selagi aku masih sadar, maka kini di saat aku mabuk akan kubakar Alquran di muka patung pujaan,” ujar Syaikh Sanan yang mabuk akibat minum miras.
Jelita muda itu berkata, “Kini kau benar-benar suamiku. Kau pantas bagiku. Selama ini kau mentah dalam cinta, tetapi setelah memperoleh pengalaman kau pun matang. Bagus!”
Ketika orang-orang Nasrani mendengar bahwa Syaikh Sanan telah memeluk agama mereka, maka mereka membawa dia yang masih dalam keadaan mabuk masuk ke gereja, dan mereka katakan padanya agar mengenakan zunnar.
Syaikh Sanan melakukan itu dan ia campakkan jubah darwisnya ke dalam api, ia tinggalkan agama Islam dan ia patuhi kebiasaan-kebiasaan agama Nasrani.
Syaikh Sanan pun berkata pada gadis itu, “Oh puteri yang menawan hati, tidak seorang pun yang pernah berbuat jauh bagi seorang wanita sejauh yang aku lakukan itu. Aku telah menyembah patung-patung pujaanmu, aku telah minum anggur, dan aku telah meninggalkan agamaku yang sejati. Semua ini kulakukan demi cinta kepadamu dan agar aku dapat memilikimu.”
Gadis itu pun berkata kepada Syaikh Sanan, "Peliur tua, budak cinta, bagaimana mungkin wanita seperti aku menyatukan diri dengan seorang fakir? Aku membutuhkan uang dan emas, dan karena kau tak punya apa-apa, pergilah kau.”
Syaikh Sanan berkata, “Oh wanita jelita, tubuhmu pohon saru dan dadamu perak. Jika kau tolak aku, kau akan mendorongku ke dalam putus asa. Pikiran untuk memiliki dirimu telah melemparkan aku dalam kekalutan. Lantaran kau, kini sahabat-sahabatku telah menjadi musuhku. Seperti kau, demikianlah mereka, apa dayaku kini? Oh kekasihku, lebih baik aku di neraka bersama kau ketimbang di surga tanpa kau.”
Akhirnya gadis itu merasa kasihan, dan Syaikh Sanan itu pun menjadi suaminya. Seiring berjalannya waktu, gadis itu mulai merasakan nyala cinta.
Tetapi untuk mengujinya lagi, gadis itu berkata, "Kini, sebagai maskawin, wahai manusia tak sempurna, pergilah menjaga babi-babiku selama setahun, dan kemudian kita akan melewatkan hidup kita bersama-sama dalam suka atau duka.”
Tanpa membantah, Syaikh Sanan yang berkiblat pada Kabah ini, orang suci ini, menyerah untuk menjadi penjaga babi.
Dalam fitrah kita masing-masing ada seratus babi. Wahai kalian yang tidak berarti apa-apa, kalian hanya memikirkan bahaya yang melibat Syaikh Sanan, sedang bahaya itu terdapat dalam diri kita masing-masing, dan menegakkan kepala sejak saat kita mulai melangkah di jalan pengenalan diri.
Jika kalian tak mengenal babi-babi kalian sendiri, maka kalian tak mengenal jalan itu. Tetapi jika kalian tempuh perjalanan itu, kalian akan memergoki seribu babi, seribu patung pujaan. Halaukan babi-babi ini, bakar patung-patung pujaan ini di dataran cinta atau jika tidak, kalian akan serupa dengan Syaikh Sanan, dihinakan cinta.
Maka kemudian, ketika tersiar kabar bahwa Syaikh Sanan telah menjadi seorang Nasrani, sahabat-sahabatnya amat bersedih hati, dan semua menjauhinya.
Kecuali ada seorang sahabatnya yang berkata kepada Syaikh Sanan, “Ceritakan pada kami rahasia peristiwa ini agar kami dapat menjadi orang-orang Nasrani bersama tuan. Kami tak ingin tuan tinggal dalam kemurtadan seorang diri, maka kami akan mengenakan zunnar orang Nasrani. Jika tuan tak berkenan, kami akan kembali ke Kabah dan menghabiskan waktu kami dalam berdoa agar tak melihat apa yang kami lihat sekarang ini."
Syaikh Sanan berkata, “Jiwaku penuh duka. Pergilah ke mana kau suka. Adapun bagiku, gereja ini tempatku, dan gadis Nasrani itu tertakdir bagiku. Tahukah kau mengapa kau bebas? Itu karena kau tak berada dalam keadaan seperti aku. Jika kau berada dalam keadaan demikian, tentulah aku akan mempunyai kawan dalam percintaanku yang malang. Maka kembalilah, sahabatku sayang, kembalilah ke Kabah, karena tak seorang pun akan dapat ikut pula merasakan keadaanku yang sekarang ini. Jika mereka nanti menanyakan tentang diriku, katakanlah bahwa: matanya berlumur darah, mulutnya penuh racun ia tetap berada dalam rahang naga-naga kekerasan. Tidak ada kafir yang akan bersedia melakukan apa yang telah diperbuat si Muslim sombong ini lantaran pengaruh nasib. Seorang gadis Nasrani telah menjerat leher si Muslim itu dengan jerat dari seutas rambutnya.”
Dengan kata-kata itu, Syaikh Sanan pun memalingkan muka dari sahabatnya lalu kembali ke kawanan babinya.
Para pengikut Syaikh Sanan yang selama itu mengawasi dari jauh, menangis pedih. Akhirnya mereka pun menempuh perjalanan kembali ke Kabah, dengan malu dan bingung menyembunyikan diri di sudut.
Di Kabah ada seorang sahabat Syaikh Sanan, orang yang bijak dan berada di jalan yang benar. Tidak seorang pun yang lebih mengenal Syaikh Sanan ketimbang dia, meskipun dia tak ikut menyertainya ke Yunani.
Ketika orang itu menanyakan kabar sahabatnya, murid-murid Syaikh Sanan pun menceritakan segala yang telah menimpa syaikh itu, dan mereka menanyakan cabang pohon yang buruk manakah telah menusuk dadanya, dan apakah ini telah terjadi karena kehendak nasib.
Mereka katakan bahwa seorang gadis kufur telah mengikat Syaikh Sanan dengan seutas rambut saja dan menghalanginya dari seratus jalan agama Islam.
“Dia bermain-main dengan rambut ikal dan tahi lalat gadis itu, dan telah membakar khirkanya (jubahnya). Dia telah meninggalkan agamanya dan kini dengan mengenakan zunnar ia menjaga sekawanan babi. Tetapi sungguhpun ia telah mempertaruhkan jiwanya sendiri, namun kami rasa masih ada harapan,” ujar para pengikutnya.
Mendengar itu, wajah sahabat itu pun berubah warnanya jadi keemasan, dan ia mulai meratap pedih. Kemudian berkata, “Kawan dalam kesusahan, menurut agama tak pandang laki-laki atau perempuan. Jika seorang kawan yang menderita kesusahan membutuhkan pertolongan, kadang-kadang terjadilah bahwa hanya seorang saja dalam seribu orang yang mungkin berguna.”
Kemudian disesalkannya mereka yang meninggalkan Syaikh Sanan itu dan dikatakannya bahwa seharusnya mereka jadi orang-orang Nasrani juga demi syaikh itu.
Sahabat Syaikh Sanan itu berkata, “Kawan harus tetap menjadi kawan. Dalam kesusahanlah kalian akan mengetahui pada siapa kalian dapat menggantungkan diri, sebab dalam kebahagiaan kalian akan mempunyai seribu kawan. Kini di saat syaikh itu jatuh ke rahang buaya setiap orang menjauhkan diri darinya agar tetap dapat menjaga nama baik mereka sendiri. Jika kalian jauhi dia karena peristiwa yang aneh ini, mestinya kalian harus diuji dan dinyatakan lemah.”
Para pengikutnya menjawab, “Kami menawarkan diri untuk tinggal bersama Syaikh Sanan dan malah bersedia pula untuk menjadi penyembah patung. Tetapi ia orang yang berpengalaman dan bijak, dan kami percaya padanya, sehingga ketika ia mengatakan pada kami agar pergi, kami pun kembali ke sini.”
Sahabat yang setia itu menjawab, “Jika kalian benar-benar ingin berbuat, kalian harus mengetuk pintu Tuhan, maka dengan doa, kalian akan diterima di hadirat-Nya. Mestinya kalian bermohon pada Tuhan buat syaikh kalian, masing-masing dengan doa sendiri dan mengetahui keadaan kalian yang bingung, Tuhan tentu akan mengembalikan dia pada kalian. Mengapa kalian enggan mengetuk pintu Tuhan?”
Mendengar itu, mereka pun malu mengangkat kepala. Tetapi sahabat setia itu berkata, “Kini bukan saatnya untuk menyesal. Mari kita pergi ke rumah Tuhan. Mari kita baring di debu dan menyelubungi diri kita dengan pakaian doa permohonan agar kita dapat menyembuhkan pemimpin kita!”
Murid-murid Syaikh Sanan pun segera berangkat ke Yunani, dan setiba di sana tinggal berada di dekat syaikh.
Empat puluh hari empat puluh malam mereka berdoa. Selama empat puluh hari empat puluh malam ini mereka tidak makan dan tidak tidur, mereka tak mengenyam roti maupun air.
Bersambung . . . ke bagian 3
Baca Kisah Cinta Syaikh Sanan Kepada Wanita Nasrani di Yunani (Bagian 1)