Berada di Ring of Fire, Pemerintah Diminta Masukkan Kurikulum Kebencanaan di Sekolah

News  
Pakar Mitigasi Bencana dan Eksplorasi Sumber Daya Alam khususnya Kegununapian dan Panas Bumi dari Universitas Brawijaya (UB), Profesor Sukir Maryanto (kanan) memberikan paparan tentang
Pakar Mitigasi Bencana dan Eksplorasi Sumber Daya Alam khususnya Kegununapian dan Panas Bumi dari Universitas Brawijaya (UB), Profesor Sukir Maryanto (kanan) memberikan paparan tentang "Pemikiran Berkelanjutan Hidup Harmoni dengan Gunung Api dan Panas Bumi" di Cangar, Kota Batu, Jumat (24/11/2023). Foto: Wilda fizriyani

BATU -- Indonesia diketahui berada di area ring of fire atau cincin api pasifik. Hal ini berarti Indonesia memiliki potensi bencana cukup tinggi yang mana salah satunya karena terdapat banyak gunung api.

Pakar Mitigasi Bencana dan Eksplorasi Sumber Daya Alam khususnya Kegununapian dan Panas Bumi dari Universitas Brawijaya (UB), Profesor Sukir Maryanto menyatakan, Indonesia sudah seharusnya memasukkan kurikulum kebencanaan dalam materi pendidikan dari tingkat TK hingga jenjang atas. Bahkan, kurikulum tersebut harus beda menyesuaikan potensi kebencanaan di daerah masing-masing.

"Jadi gini kurikulum kebencanaan kan karakteristiknya sendiri-sendiri antara lautan, gunung dan sebagainya. Antara gunung api itu loh karakternya beda-beda jadi harus beda (kurikulumnya, red)," ucapnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Merujuk kondisi tersebut, maka kurikulum kebencanaan lebih bagus dimasukkan dalam bentuk muatan lokal (mulok). Artinya, materi yang disampaikan merujuk pada potensi bencana yang paling dominan di daerah terkait. Dengan demikian, selain materi kebencanaan secara umum yang disampaikan sekilas, juga perlu diungkapkan informasi kebencanaan di daerah lebih detail.

Menurut Sukir, upaya tersebut nantinya dapat menumbuhkan kesadaran bencana dari masyarakat. Mereka tidak hanya memahami materi kebencanaan secara responsif tetapi juga preventifnya. "Jadi ketika kita ada sudah diberikan pelajaran dan sebagainya, ya kita mestinya mempelajari kebencanaan. Kemudian respons anak-anak juga perlu diperhatikan. Katakanlah tempat titik kumpul evakuasi atau wilayah di daerah kita itu di mana saja, mengetahui daerah kota itu seperti apa," jelasnya.

Lebih rinci, upaya pembentukan kesadaran kebencanaan juga dapat dilakukan dalam bentuk school watching dan town watching. School watching berarti lingkupnya di sekolah sedangkan town watching lebih pada tingkat kota atau desa. Maksudnya adalah masyarakat yang sebenarnya mampu mengamati potensi bahaya.

"Kita misalnya yang ahli bencana pada saat terjadi bencana tidak berada di tempat tersebut. Oleh karena itu, masyarakatlah yang paham, masyarakat yang bisa, masyarakat yang tahu karakternya yang bisa mengevakuasi dirinya sendiri ketika ada bencana karena mereka yang menghadapinya sendiri," katanya.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image