Kampus Ini Kembangkan Sistem AI untuk Deteksi Kejahatan Uang hingga Kesehatan
JAKARTA -- Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang kian cepat dan masif menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Hal ini karena dinilai akan berppotensi adanya pelanggaran privasi atas data yang dikumpulkan dan dimanfaatkan dalam teknologi tersebut.
AI merupakan teknologi yang dapat mengumpulkan dan menggunakan data masyarakat. Hal ini kemungkinan termasuk mengambil informasi sensitif. Ada banyak layanan dan produk online populer yang mengandalkan kumpulan data besar untuk mengajarkan dan meningkatkan algoritma AI mereka.
Salah satu sektor yang sangat sensitif terhadap isu perlindungan privasi dan manajemen data adalah jasa keuangan dan medis. Dua sektor ini pun, belakangan mulai memanfaatkan teknologi AI untuk mendorong efisiensi dan peningkatan kualitas dalam proses kerja mereka. “Misalnya saja, penggunaan AI untuk membantu dokter mendeteksi suatu penyakit, atau pemanfaatan AI untuk mengecek praktik kejahatan finansial di dalam dunia perbankan,” kata Ketua Progam Studi S1 Computer Systems Engineering, Universitas Prasetiya Mulya, Agung Alfiansyah.
Dalam konteks pemanfaatan AI di dunia medis, Agung melanjutkan, saat ini kian banyak sistem diagnosa berbasis AI yang diujicoba untuk diimplementasikan secara luas untuk kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, Agung bersama tim mahasiswa Prasetiya Mulya termasuk sedang mengembangkan sistem AI yang dapat dimanfaatkan untuk membantu dokter mendeteksi penyakit pneumonia atau radang paru-paru. Proyek penelitian ini didanai oleh APNIC Foundation, ykni lembaga internasional yang salah satu bidangnya adalah menaungi keamanan internet di Asia Pasifik.
Sistem yang masih dalam tahap purwarupa ini dikembangkan tim Prasetiya Mulya bersama mitra penelitian dari INSA Centre Val de Loire di Prancis. Dalam sistem ini, pihaknya memanfaatkan data-data yang dimiliki dokter. “Nah, dokter mendapatkan data tersebut dari pasien,” jelasnya.
Namun diketahui data pasien, seperti rekam medis, merupakan informasi sensitif dan bersifat privat. Maka itu, dalam pengembangan sistem pendeteksi pneumonia ini, Agung dan timnya juga mengembangkan sistem pembelajaran mesin (machine learning). Hal ini bertujuan agar ada jaminan data yang digunakan dijaga dengan baik.
Pengembangan sistem machine learning lain yang telah dikembangkan Agung dan timnya dari Perancis tiga tahun yang lalu adalah sistem berbasis AI yang digunakan untuk mendeteksi kanker payudara. Timnya merancang sistem yang dapat memilah dan mengelola repository data medis, agar informasi individual pasien yang bersifat privat tidak bisa diidentifikasi kembali siapa person-nya secara spesifik. Dengan sistem ini, kolaborasi dan pertukaran data antar rumah sakit bisa dilakukan dengan aman dan menjaga privasi pasien.
Sistem pendeteksi penyakit ini tengah dikembangkan melalui kerjas ama dengan beberapa rumah sakit di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut dia, teknologi ini dirancang agar diagnosa pneumonia atau kanker bisa lebih cepat, akurat, dan murah sehingga membantu pengambilan keputusan para dokter menegakkan diagnosis pasien. Selain itu, di lapangan beberapa dokter pemula juga merasa terbantu dengan adanya sistem ini, karena sering kali sistem berbasis AI mampu mendeteksi objek samar yang tidak begitu tampak oleh para dokter.
Dalam konteks lain, tim pengembang AI Program Studi Computer Systems Engineering Prasetiya Mulya pun kini tengah meneliti kemungkinan penggunaan AI untuk mendeteksi kejahatan finansial. Tim yang dipimpin Agung ini tengah mengembangkan sistem agar lembaga keuangan seperti bank dapat saling berbagi data namun keamanan informasinya tetap terproteksi dan terjamin. “Sistem ini diharapkan bisa digunakan untuk mendeteksi kasus penipuan, fraud, sampai kejahatan pencucian uang,” kata dia menambahkan dalam pesan resmi yang diterima Republika.