Coba Yuk, Ini Tips Konsisten Lakukan Investasi
Salam literasi!
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022 berhasil tumbuh 5,31 persen. Jumlah ini lebih tinggi dibanding capaian 2021 yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,7%.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini diproyeksi akan melanjutkan tren positif. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 tetap kuat pada kisaran 4,5 hingga 5,3 persen. Bahkan, jumlahnya akan terus meningkat menjadi 4,7 sampai 5,5 persen pada 2024.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Chisty Maryani, menjelaskan secara historis performa IHSG satu tahun (12 bulan) sebelum diselenggarakan pemilihan umum (pemilu) presiden dalam tiga periode terakhir sebagian besar ditutup menguat. “Misalnya pada pemilu periode 2009, 2014 dan 2019 IHSG mengalami penguatan masing masing 13,2 persen, 10,9 persen dan 7,7 persen,” katanya.
Selain itu, DPR bersama pemerintah juga sepakat mengenai besaran anggaran pemilu 2024 senilai Rp76,6 triliun. Jumlah ini melonjak 199 persen dibandingkan anggaran pemilu 2019 sebesar Rp25,59 triliun. Sejalan dengan itu, anggaran pemilu berpotensi menopang konsumsi dan ekonomi nasional.
“Fundamental ekonomi Indonesia yang kuat dan potensi terus bertumbuhnya perekonomian Indonesia, akan menjadi momentum untuk #WaktunyaKonsisten investasi dalam mewujudkan resolusi yang telah kita canangkan di awal 2023 ini,” kata Chisty Maryani.
Sebelum memulai konsisten untuk berinvestasi, setiap investor harus menentukan tujuan dan jangka waktu investasi. Keduanya merupakan langkah dasar agar investasi lebih terarah dan konsisten dalam mencapai keinginan dalam investasi.
Menurut dia, tujuan investasi dapat berupa biaya untuk menikah, membeli rumah, menyiapkan dana pensiun, dan lain-lain. Oleh karena itu, harus ditentukan tujuan dan jangka waktu investasi agar tidak kehilangan motivasi dan tetap konsisten.
Setelah menentukan tujuan investasi, ada metode investasi yang dapat dilakukan agar investor dapat konsisten dan rutin melakukan investasi layaknya menabung. Metode investasi ini disebut dengan strategi Dollar Cost Averaging (DCA). Strategi ini dilakukan secara berkala, konsisten, dan rutin dalam setiap periode.
Chisty mencontohkan, investor dapat menyisihkan Rp1 juta setiap bulan untuk berinvestasi di pasar saham, baik itu pasar saham sedang naik atau turun. Dengan alokasi rutin dan konsisten, maka investor dapat mengurangi risiko kerugian karena melakukan investasi secara berkala. Dengan demikian, investor mendapatkan nilai rata-rata yang baik di tengah volatilitas harga saham.
Melalui penerapan DCA, maka konsistensi berinvestasi tetap dapat berjalan meskipun IHSG sedang naik atau turun. Metode DCA melatih disiplin diri sebagai investor perseorangan, dengan komitmen untuk berinvestasi secara konsisten sesuai target yang telah ditetapkan. “Sehingga hasilnya lebih besar di masa mendatang,” katanya,
Menurutnya, ada empat keuntungan dari strategi DCA untuk investor. Pertama, yakni mendapatkan harga rata-rata saham yang optimal. Ketika menerapkan metode ini, investor pun tidak perlu terlalu mengkhawatirkan volatilitas harga saham dan tetap melakukan pembelian. Hal ini membuat kerugian dalam portofolio menurun, sehingga harga rata-rata sahamnya membaik.
Kedua, membantu konsisten berinvestasi. Metode ini dapat mengurangi risiko penurunan nilai investasi yang ada dan membentuk kebiasaan baik dalam berinvestasi. Ketiga, membantu mengontrol emosi dalam pengambilan keputusan investasi.
“Naik turunnya harga saham kadangkala membuat investor lebih emosional. Ketika harga saham naik, ada kecenderungan untuk membeli saham dalam jumlah besar demi meningkatkan keuntungan. Sebaliknya, ketika harga turun, biasanya investor terburu-buru cut loss agar tidak rugi lebih dalam,” katanya.
Keempat, sederhana dan mudah. Strategi ini cukup sederhana karena konsisten menabung dalam jumlah yang sama di setiap periodenya tanpa mengkhawatirkan kondisi apapun di pasar. Metode ini biasanya disarankan untuk investor pemula sebab tidak memerlukan perhitungan yang rumit.
Meskipun demikian, metode DCA dinilai tidak cocok diterapkan dalam emiten yang tidak bertumbuh atau emiten yang terus merugi. Hal ini karena kinerja perusahaan yang buruk. Untuk itu, penting bagi setiap investor untuk memahami fundamental setiap emiten mana yang cocok dengan profil risiko dan tujuan investasi.