Menengok Tradisi Barikan Malang Pada Malam Menjelang Peringatan Hari Kemerdekaan

Budaya  
Suasana masyarakat Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur saat mengadakan kegiatan barikan. Acara ini biasanya dilaksanakan pada malam sebelum 17 Agutusan. Foto: Wilda Fizriyani
Suasana masyarakat Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur saat mengadakan kegiatan barikan. Acara ini biasanya dilaksanakan pada malam sebelum 17 Agutusan. Foto: Wilda Fizriyani

Ada banyak cara untuk menyambut perayaan Hari Kemerdekaan RI. Salah satunya dengan mengadakan tasyakuran atau doa bersama pada malam sebelum Hari Kemerdekaan.

Tradisi barikan termasuk salah satu kegiatan penyambutan peringatan Hari Kemerdekaan yang dilakukan di Jawa Timur (Jatim) dan beberapa daerah lainnya. Pada kesempatan kali ini, Republika mencoba menghadirkan potret masyarakat di Kabupaten Malang dalam mengadakan tradisi tersebut. Lebih tepatnya di salah satu wilayah Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jatim pada Selasa (16/8/2022) malam.

Panitia barikan di salah satu wilayah di Kecamatan Wagir, Pramudya (33 tahun) mengatakan, tujuan kegiatan barikan pada dasarnya untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan. "Intinya dari malam tasyakuran atau barikan, kita itu mau mendoakan pejuang dan pahlawan yang telah gugur di medan perang yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia," ucap Pramudya saat ditemui Republika di Wagir, Kabupaten Malang, Selasa (16/8/2022) malam.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Menyaksikan tradisi barikan bukanlah pengalaman pertama bagi Pramudya. Sebagai orang yang besar di Jatim, dia sudah sering menyaksikan tradisi tersebut setiap tahunnya. Namun untuk terlibat langsung, ia mengaku, baru pertama kali mengalaminya.

Warga Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur membacakan teks Proklamasi dalam kegiatan barikan. Acara ini biasanya dilaksanakan pada malam sebelum 17 Agutusan. Foto: Wilda Fizriyani
Warga Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur membacakan teks Proklamasi dalam kegiatan barikan. Acara ini biasanya dilaksanakan pada malam sebelum 17 Agutusan. Foto: Wilda Fizriyani

Serupa dengan tradisi-tradisi barikan lainnya, kegiatan tersebut pastinya menyelipkan sesi doa bersama untuk semua pemeluk agama. Kemudian terdapat sesi menyanyikan lagu Indonesia Raya, pembacaan teks Proklamasi dan Pancasila. Namun khusus acara di tempatnya terdapat sesi menyanyikan lagu Hari Kemerdekaan oleh anak-anak, tari tradisional, kuis, pembacaan sejarah agresi militer I di Kota Malang, dan lain-lain.

Di samping itu, pihaknya juga menyiapkan makanan tradisional berupa singkong, ubi, kacang tanah dan sejenisnya. "Makanan lebih mengambil makna dari yang jadul. Jadi mungkin orang tua dulu saat masa perjuangan, yang mereka makan semacam makanan jadul yang jarang ditemui saat ini. Intinya makanan berupa tumbuhan yang berbuah di dalam tanah," ucap Pramudya.

Selanjutnya, pihaknya juga menyiapkan tumpeng sebagai simbol acara. Lalu terdapat sejumlah makanan kotak yang diberikan oleh masyarakat setempat. Pada akhir acara, makanan-makanan tersebut ditukar secara acak untuk masyarakat yang hadir. Pramudya berharap tradisi barikan bisa terus dilestarikan di masyarakat.

Dengan demikian, masyarakat bisa selalu mengenang jasa-jasa para pahlawan kemerdekaan. Kemudian masyarakat bisa meneruskan perjuangan bangsa ke depannya."Melalui acara ini, setidaknya kita tahu sejarah kemerdekaan, sejarah perjuangan bagaimana orang-orang terdahulu mengusir dan berperang melawan para penjajah," kata dia menambahkan.

Kegiatan tradisi barikan mendapatkan respons yang cukup baik dari salah satu warga Kecamatan Wagir, Cecep Nur (50 tahun). Dengan mengikuti acara tersebut, masyarakat bisa berkumpul untuk bersilaturahim dengan sesamanya. Kemudian juga bisa mengenang jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Cecep memang lahir di Malang tetapi dia hidup dan besar di Jawa Barat (Jabar). Selama hidup di Jabar, Cecep mengaku, belum pernah mendengar tradisi barikan. Dia baru mengetahui tradisi tersebut saat pindah ke Malang pada 2000 lalu.

"Saya kaget juga. Kan sebelum 17 Agustus, malamnya itu biasa saja. Di Jatim kok ada barikan dan lain-lain. Jadi ini pengalaman pertama kali di Jatim," ungkap Cecep.

Suasana masyarakat Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur saat mengadakan kegiatan barikan. Acara ini biasanya dilaksanakan pada malam sebelum 17 Agutusan. Foto: Wilda Fizriyani
Suasana masyarakat Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur saat mengadakan kegiatan barikan. Acara ini biasanya dilaksanakan pada malam sebelum 17 Agutusan. Foto: Wilda Fizriyani

Berdasarkan data dari Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim dalam situs resminya, Jatim memang memiliki tradisi unik bernama barikan. Namun arti dan asal kata tersebut masih menjadi misteri sampai sekarang. Beberapa sumber menyebutkan barikan berasal dari kata bahasa Arab 'barokah' yang berarti berkah. Kemudian ada juga yang mengatakan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang bermakna baris.

Pada saat mengadakan tradisi barikan, masyarakat Jatim acap berkumpul dan duduk di atas tikar. Kemudian mereka membawa makanan dalam wadah dengan berbagai bentuk. Makanan yang dibawa dapat berupa nasi, kue atau buah-buahan sesuai kesepakatan warga.

Untuk penyajian makanan juga tergantung dengan kesepakatan warga di satu tempat. Beberapa ada yang melakukan penukaran dengan makanan bawaan tetangga lalu dikonsumsi di rumah masing-masing. Namun ada pula yang mengonsumsi di tempat acara bersama warga lainnya.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image