Sejarah

Sejarah Pancasila 1 Juni dan Perkembangannya Hingga Masa Orde Baru di Indonesia

Suasana sidang BPUPKI saat membahas dasar negara Indonesia. Dok. Istimewa
Suasana sidang BPUPKI saat membahas dasar negara Indonesia. Dok. Istimewa

Salam literat!

Ada peringatan yang selalu dilakukan masyarakat Indonesia pada setiap 1 Juni. Tanggal ini biasa diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.

Untuk mengetahui sejarah Pancasila, Robert Kribb dan Audrey Kahin menyinggungnya secara singkat dalam dalam buku Kamus Sejarah Indonesia. Menurut Kribb dan Kahin, Sukarno menyusun Pancasila pada 1 Juni 1945 dalam sebuah pidato di hadapan panitian penyusun UUD 1945. “Pancasila dimasukkan dalam pembukaan UUD tersebut serta dalam UUD 1949 dan 1950,” kata Kribb dan Kahin.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Semula, para pengamat barat melihat Pancasila sebagai sintesis yang menjanjikan dari demokrasi barat, Islam, marxisme dan ide-ide demokrasi desa pribumi. Pancasila pada awalnya juga disambut dengan antusias di Indonesia. Hal ini terutama bagi mereka yang ingin menghindari terbentuknya negara Islam.

Selama era 1950-an terutama pada siding-sidang Konstituante, kaum sekuler dan anggota beragama non-Islam mengusulkan gagasan sebuah negara berdasarkan Pancasila. Hal ini dilakukan sebagai alternatif yang lebih disukai daripada sebuah negara berdasarkan satu agama.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, kelompok-kelompok konservatif menekankan pada kandungan religius Pancasila. Pada sila pertama, mereka ingin membedakan dari ide-ide PKI dan konsep-konsep kiri Sukarno seperti Nasakom. Setelah 1965 dan PKI dikalahkan, Pancasila menjadi alat yang digunakan pemerintah untuk menahan tekanan keinginan membentuk negara Islam.

Selanjutnya, pada masa Orde Baru sejak awal secara berulang kali menyebut sistem politknya sebagai “Demokrasi Pancasila”. Namun sistem ini baru diterapkan pada 1978 melalui program Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4). Program ini bertujuan untuk memajukan hierarki, keharmonisan dan keteraturan.

Pada masa tersebut, kata Kribb dan Kahin, P4 menjadi bagian wajib dalam kurikulum Pendidikan di semua tingkatan. Bahkan, menjadi bagian dari proses indoktrinasi para ASN dan semua sektor masyarakat. Selain itu, semua organisasi non-pemerintahan dan non-profit wajib mengambil Pancasila sebagai asas tunggal yang ditunjukkan untuk menjamin ortodoksi dan keharmonisan politik.

Menurut Kribb dan Kahin, Pancasila digunakan untuk menyangga sebuah sistem negara korporatis otoriter. Hal ini terutama dalam mengartikan sila ke-2 hingga ke-5 yang mengabaikan politik berdasarkan kelas atau pembagian sosial lainnya. “Rezim Suharto mengabaikan kedaulatan rakyat dan keadilan sosial yang ada dalam Pancasila,” ucap Kribb dan Kahin.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

0