Ibu-Ibu Desa Wujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
GARUT -- Sekelompok ibu-ibu menyulap halaman rumah mereka menjadi tempat bercocok tanam komoditas pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga. Setiap bulan mereka memanen sayuran dari halaman rumah, bahkan memanen cabai dan bawang merah.
Eni (50 tahun) satu dari puluhan ibu-ibu di Kampung Caringin, Desa Mekarmukti, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut menyampaikan, awalnya ada sekitar 50 ibu-ibu yang menanam sayuran di halaman rumah mereka. Berbagai jenis sayuran ditanam, termasuk tanaman yang diwajibkan ditanam.
"Yang wajib ditanam itu cabai, bawang merah, bawang daun, kangkung, pakcoy," kata Eni kepada Republika, Kamis (4/7/2024).
Eni dan ibu-ibu lainnya tergabung dalam Kelompok Wanita Tani Mekar Rahayu di Desa Mekarmukti, terakhir kali panen bawang merah dapat sekitar 50 kg dan panen cabai sekitar 8 kg. Hasil panen tersebut mereka konsumsi sendiri, tapi jika hasil panennya banyak, mereka menjualnya.
Ia mengatakan, ada banyak jenis sayuran yang ditanam di halaman rumah ibu-ibu. Di antaranya cabai, cabai merah, bawang merah, bawang daun, jagung, kangkung, pakcoy, sawi hijau, kacang panjang, bonteng, tomat dan berbagai macam sayuran lainnya.
Mengenai masa panen, Eni menceritakan bahwa tergantung jenis sayuran. Ada sayuran yang dipanen dua pekan sekali, ada juga yang satu bulan sekali. Pakcoy, sawi hijau, kangkung dan bawang daun termasuk yang paling cepat bisa dipanen. Sementara, cabai, bawang merah dan jagung cukup lama menunggu masa panennya.
"Di halaman rumah, ayena baru nanam (sekarang baru saja menanam) pakcoy, kacang panjang, bonteng, tomat, dan cabai, di halaman rumah ibu-ibu yang lain juga menanam sayuran yang berbeda-beda," ujarnya.
Mengenai bibit sayuran, Eni dan ibu-ibu lainnya mendapatkan dari Rumah Bibit di Desa Mekarmukti. Polybag juga biasanya disediakan secara gratis satu paket dengan bibit sayuran. Kalaupun polybag habis, ibu-ibu biasanya membeli sendiri.
Mereka juga menggunakan pupuknya organik yang lebih ramah lingkungan. Karena di desa banyak kotoran domba yang bisa dimanfaatkan untuk pupuk, namun jika kurang biasanya membeli pupuk organik sendiri.
Eni mengaku sebenarnya kelompok ibu-ibu mulai menanam komoditas pangan di halaman rumah sejak tahun 2019. Pada Februari 2023, mereka ikut program Halaman Rumah Masyarakat Terpadu (Harum Madu) yang dicanangkan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Garut.
Harum Madu Solusi Pemenuhan Pangan Keluarga
Program Harum Madu diluncurkan pada awal 2023. Sebelum diluncurkan, dilakukan pertemuan secara virtual dengan camat, kepala desa dan penyuluh pertanian yang ada di Garut agar semua bersama-sama mensukseskan programnya.
Tujuan program Harum Madu untuk memenuhi kebutuhan pangan dan membantu meringankan beban perekonomian keluarga. Program ini juga diklaim sebagai satu upaya pengendalian inflasi daerah di Kabupaten Garut.
Penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Cilawu, Ria Andriani menyampaikan, program Harum Madu disarankan didanai oleh dana desa untuk ketahanan pangan. Sebagaimana diketahui, 20 persen dana desa diutamakan untuk mendukung ketahanan pangan.
"Desa-desa di Kabupaten Garut ikut dalam kegiatan program Harum Madu, penyuluh ditugaskan mengarahkan dan menginformasikan kepada kepala desa untuk menganggarkan dana desanya yang diperuntukan mendukung ketahanan pangan digunakan mendukung program Harum Madu," jelas Ria.
Ia menjelaskan, jika 20 persen dana desa untuk mendukung ketahanan pangan itu digunakan untuk membuat irigasi dan pengadaan alat pertanian. Maka sisanya dari 20 persen itu disarankan untuk mendukung program Harum Madu.
Ria mensosialisasikan ke warga desa agar memanfaatkan lahan sebesar atau sekecil apapun untuk program Harum Madu.
"Jadi program Harum Madu ini memang digagas Dinas Pertanian (Kabupaten Garut), itu diarahkan supaya menggunakan dana desa yang untuk ketahanan pangan itu," ujar Ria.
Dalam program Harum Madu yang ditanam umumnya sayur-sayuran yang biasa dikonsumsi sehari-hari, program ini pernah dilombakan pada 2023.
Ria menjelaskan, desa atau kelompok yang ikut program Harum Madu harus memenuhi syarat. Pada satu demonstration plot (demplot) harus memiliki Rumah Bibit yang didanai oleh dana desa, sehingga kepala desa harus terlibat di dalamnya.
"Rumah Bibit itu mau sesederhana apapun itu silahkan, pokoknya harus ada dalam satu wilayah yang dijadikan pilot projek di kampung atau desa itu harus ada rumah bibit," ujarnya.
Di rumah bibit itu kelompok tani atau ibu-ibu yang ikut program Harum Madu bisa mendapatkan benih yang dibutuhkan.
Ia juga menjelaskan bahwa pada satu demplot itu syaratnya minimal harus menanam tujuh jenis tanaman sayuran. Tapi ada yang wajib ditanam yaitu bawang dan cabai.
"Diwajibkannya menanam bawang dan cabai karena keduanya mempengaruhi inflasi, seperti diketahui, harga bawang dan cabai sangat fluktuatif," jelas Ria.
Syarat selanjutnya, dijelaskan Ria, dalam satu demplot minimal harus ada 55 tanaman. Karena kalau hanya menanam di sepuluh pot atau polybag saja, tidak akan mencukupi kebutuhan konsumsi sehari-hari. Ada yang menanam kangkung, bayam, tomat, umbi dan lain-lain.
Ia menceritakan, ada juga warga yang membeli benih sendiri, tidak mengambil benih dari Rumah Bibit karena telah merasakan manfaatnya menanam sayuran di halaman rumah.
Dalam program Harum Madu, Ria menegaskan, warga desa tidak disarankan menggunakan pupuk kimia dan semprotan kimia. Sebab akan berbahaya bagi anak-anak dan kesehatan yang mengkonsumsinya karena tanamannya ditanam di halaman rumah warga. Jadi warga disarankan untuk menggunakan pupuk organik saja.
Kesuksesan Harum Madu Bergantung SDM
Namun, program Harum Madu tidak lepas dari kendala, sebagaimana diceritakan Penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian Cilawu, kendalanya adalah lokasi desa yang kekurangan sumber air saat kemarau, hasil panennya tidak sebanyak saat musim hujan.
Selain itu, ayam warga di desa biasa diliarkan, sehingga tanaman di halaman rumah seringkali dimakan ayam. Kendala lainnya yang paling mendasar adalah SDM masyarakat tidak sama rata.
Pengawas Mutu dan Hasil Pertanian di Kabupaten Garut, Rieza Fauzani menyampaikan, program Harum Madu gagasan baik yang memiliki tujuan baik. Namun, praktiknya tergantung kepada SDM masyarakat di desa masing-masing.
Rieza menerangkan, program Harum Madu tidak jauh berbeda dengan program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dari Badan Ketahanan Pangan (BKP). Dalam melaksanakan P2L, satu kelompok mendapatkan bantuan sebesar Rp 50 juta. Sementara, dalam program Harum Madu tidak perlu menghabiskan dana sampai Rp 50 juta setelah ada Rumah Bibit di suatu desa.
Ia mengatakan, mulai tahun lalu, semua desa di Garut diinstruksikan bupati mengikuti program Harum Madu. "Saat ini (program Harum Madu) kami hanya menyentuh di 86 desa dari 442 desa, terus bantuannya juga tidak besar, berupa pupuk organik dan beberapa jenis bibit sayuran," kata Rieza.
Untuk program Harum Madu, menurut Rieza, kalau dihitung nominal bantuannya sekitar Rp 10 juta per kelompok. Jadi kalau P2L memerlukan dana yang besar, Harum Madu tidak perlu sebesar P2L dananya.
Namun, keberhasilan program Harum Madu menurut Rieza memang kuncinya di SDM masyarakat. Dalam praktiknya saat membagikan benih sayuran dan polybag, ada masyarakat yang mau menanam dan merawatnya dengan baik, ada yang asal menanam, dan ada juga yang tidak mau menanam sama sekali.
Ia menyampaikan, setelah sosialisasi menyampaikan berbagai manfaat program Harum Madu, tetap saja hasilnya tergantung kepada SDM masyarakat dan dukungan dari kepala desa masing-masing.
Tapi, menurut Rieza, ada juga kelompok tani yang berhasil dalam program Harum Madu. Kuncinya adalah kemauan, kekompakan, komitmen masyarakat dan dukungan kepala desa serta perangkat terkait.
Pada September 2023, dilansir dari laman Jabarprov.go.id dijelaskan bahwa program Harum Madu merupakan salah satu upaya dalam pengendalian inflasi daerah di Kabupaten Garut.
Keseriusan warga dalam menerapkan program Harum Madu ini nampak terlihat, di mana banyak pekarangan rumah milik warga dimanfaatkan untuk menanam beberapa komoditas mulai dari selada, cabai, tomat, dan berbagai sayuran lainnya. Salah satu kawasan yang menonjol dalam menerapkan Harum Madu adalah di Kampung Caringin.
Ketua Kelompok Wanita Tani Mekar Rahayu, Sumarni (62) mengungkapkan keberhasilannya dalam menanam komoditas seperti terong ungu, cabai, bawang merah, dan tomat. Hasil panen tidak hanya mencukupi kebutuhan keluarganya, namun dengan pekarangan yang memiliki luas kurang lebih 2x4 meter juga menjadi sumber pendapatan tambahan.
"Yang paling besar (hasilnya) bawang merah. Iya (memenuhi kebutuhan di rumah), iya kalau ada yang beli (dijual), kalau enggak ya dikonsumsi saja," kata Sumarni, Senin (25/9/2023).