News

Bagaimana RI Hadapi Perubahan Iklim dan Krisis Pangan Global?

Petani memanen padi di lahan persawahan, Kebumen, Jawa Tengah, Senin (25/7/2022). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan dampak perubahan iklim dapat mengancam kedaulatan pangan nasional. (Foto: Wihdan Hidayat / Republika)
Petani memanen padi di lahan persawahan, Kebumen, Jawa Tengah, Senin (25/7/2022). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan dampak perubahan iklim dapat mengancam kedaulatan pangan nasional. (Foto: Wihdan Hidayat / Republika)

JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) RI menyampaikan bahwa 59 negara kelaparan serius, 900 juta penduduk dunia kelaparan, dan 8,5 persen penduduk Indonesia kurang gizi serta 30 persen anak stunting. Sehubungan dengan itu, Kementan melakukan akselerasi pembangunan pertanian untuk menghadapi perubahan iklim dan krisis pangan global.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mengatakan, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011 tentang pengamanan produksi beras nasional dalam menghadapi kondisi iklim ekstrem mengamanatkan mengambil langkah-langkah yang diperlukan secara terkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Untuk mengamankan produksi gabah atau beras nasional dan antisipasi serta respon cepat menghadapi kondisi iklim ekstrim.

Menteri pertanian diinstruksikan melakukan analisis risiko dampak iklim ekstrim terhadap produksi, meningkatkan luas lahan dan pengelolaan air irigasi, dan meningkatkan tata kelola usaha tani, pengendalian OPT, banjir, dan kekeringan. Juga diinstruksikan menyediakan dan menyalurkan bantuan benih, pupuk, pestisida dan biaya usaha tani.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Meningkatkan alat dan mesin pertanian, baik dalam jumlah maupun mutu, meningkatkan kegiatan pasca panen untuk mengurangi kehilangan hasil, memperkuat cadangan gabah atau beras pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, meningkatkan penganekaragaman konsumsi dan cadangan pangan," kata Amran melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Senin (1/7/2024)

Ia menyampaikan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) juga mendapatkan instruksi presiden untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah (Pemda) dalam antisipasi dan respon cepat menghadapi kondisi iklim ekstrim.

Mentan juga menegaskan pentingnya ketahanan pangan bagi Indonesia. Karena krisis pangan bisa memicu konflik sosial dan politik. Dalam pemberitaan, PBB juga menyampaikan bahwa krisis iklim dan pangan picu kelaparan serta kerusuhan.

Amran mengatakan, saat ini sebagian wilayah Indonesia sebanyak 19 persen dari zona musim sudah masuk musim kemarau. Diprediksi sebagian besar wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara segera menyusul memasuki musim kemarau dalam tiga dasarian ke depan.

"Prediksi curah hujan wilayah Indonesia dan prediksi sifat hujan menyatakan bahwa kondisi kekeringan saat musim kemarau akan mendominasi wilayah Indonesia sampai akhir bulan September 2024," ujar Amran.

Mentan juga menyampaikan kebutuhan dasar untuk kedaulatan pangan. Di antaranya pupuk, benih unggul, lahan sawah, irigasi atau infrastruktur, SDM atau penyuluh pertanian, penyimpanan atau cadangan, pengolahan atau hilirisasi, dan teknologi atau mekanisasi.

Mengenai solusi cepat peningkatan produksi padi tahun 2024, Mentan mengatakan, mengembalikan alokasi pupuk bersubsidi menjadi 9,55 juta ton, dan boleh menggunakan KTP. Pompanisasi air sungai untuk lahan sawah tadah hujan. Optimalisasi lahan rawa. Integrasi padi gogo dengan kelapa sawit atau kelapa pada tanaman belum menghasilkan (TBM).

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

0